Senin, 11 Agustus 2008
Kasih Sayang Yang Tampak
Temu Kader Se-Sumsel
Waktu itu Sabtu/28 Januari 2006, partai yang ku dukung saaat ini mengadakan acara PKS Expo Palembang Darusslam. Salah satu acaranya adalah mengadakan temu kader dengan mantan presidennya. Aku pun bergegas menuju gedung olahraga di bumi Palembang Darussallam ini.
Entahlah setiap acara yang digelar oleh partai yang berlambang bulan sabit kembar ini selalu membuat ku merasa reuni dengan teman-teman yang sangat susah jika disuruh kumpul. Hari itu GOR disesaki oleh ribuan kader, diputihkan oleh lautan jilbab dan koko. Suasana semakin bergemuruh ketika pekik takbir bergema menyambut Pak Hidayat Nurwahid datang dan berorasi memberi semangat para kadernya supaya tetap konsisten dengan rel-rel Islam.
Tidak Ikut Jalan Santai
Wah badanku meriang, pada hal aku sudah minum obat penurun panas.
“Afwan, caknyo aku dak biso melok jalan santai. Salam bae ye nuat kawan-kawan yang kaen. Kalu ado baju, jangan lupo aku sikok!”jelasku sama Darsyah.
Ah coba kemarin aku makan terus tidak usah ke Gramed pikirku melayang mencari kambing hitam penyebab penyakitku.
Demam Tinggi, Muntah-muntah
Dua hari ternyata belum mebuat ku sembuh dari panas tubuhku yang begitu tinggi. Bahkan panas ditubuhku ini mendapat teman baru yang bernama muntah. Sudah dua hari ini kau muntah-muntah, makin sering makan makin sering pula aku muntah.
“Aida pak, aku nih muntah teros, mano kepalak pening, demamnyo dak toron-toron”. Jelasku
“Ambeklah helm, kito ke Dokter Syahrial” jawab bapak.
Sakit Kepala Yang Tidak Ketolongan
Setelah dua hari tidak ada perubahan dari obat yang diberikan Dokter Syahrial, bapak pun membawa ku ke Dokter 24 jam. Entahlah sudah berapa ratus ribu uang yang bapak keluarkan.
Ternyata obat dari Dokter 24 jam belum juga menurunkan panas tubuhku yang membara, ditambah muntah-muntah. Sekarang ditambah pula dengan sakit kepala yang tidak ketolongan entahlah kata apa yang tepat ku gunakan tuk menyatakan sakit kepala yang ku alami. Gara-gara sakit kepala itu pun dan ditambah muntah-muntah membuat ku tak bisa tidur.
Di saat penyakitku yang tak mau mengalah, Pak Uwo dikabarkan meninggal dunia dikarenakan serangan jantung. Bapak dan adik laki-lakiku melayat ke Km14.
Teman-temanku Seakan Isyarat
Karena bapak, mamak dan ketiga adikku pergi melayat. Tinggallah aku dan adik laki-lakiku di rumah. Karena kami berdua, akupun berinisiatif menelpon Kurniadi Sahabatku yang telah 15 tahun selalu menemaniku tuk ke rumah.
Ternyata ide ku menelpon Sahabat Sejatiku ada manfaatnya, adik laki-lakiku dipinta Wak Ujang, tetangga depan rumahku, buat menemaninya ke rumah Pak Uwo. Tak berapa lama temanku Megawan datang ke rumah,
“Ah kenapa teman-temanku mengunjungiku seakan-akan aku akan…….”batinku melayang berfikir yang aneh-aneh. Padahal kedatangan Megawan hanya mengambil naskah Lomba Surat Cintaku.
Waktupun menunjukkan sebentar lagi Sholat Jumat, Kurniadi pun segera ke Masjid, sedangkan Megawan telah pergi kerja dari jam 10 tadi. Tiga menit sebelum Kurniadi berangkat bapak dan seluruh anggota keluargaku pulang dari rumah duka. Bapak, dan adik laki-lakiku pergi ke masjid bersama Kurniadi.
Badanku Mengejang Bibirku Miring
Sehabis Sholat, Keluargaku ditambah Kurniadi dan Khairul temanku yang baru datang ke rumah makan siang dulu. Namun karena rumah kecil maka yang makan duluan adalah Para Pejantan Tangguh, termasuk aku.
Namun pada saat suapan pertama badanku kejang, melihat itu pun bapak menyuruhku berhenti dan istirahat dulu. Aku pun meninggalkan makan siangku. Setelah makan Kurniadi dan Khairul menghampiriku di kamar. Seperti biasa kami pun berceloteh ke sana, ke mari. Namun tiba-tiba Hpku brerdering, ternyata Irlina anggota IRMA menelponku. Setelah tiga mebit Irlina menelponku, aku merasa ada yang aneh dengan mulutku seolah capek berbicara. Bibirku miring!
“Pak bibir aku mengot!” jelasku dengan bibir miring.
“Kau nih keno stroke” jawab bapak sambil memegang bibirku. Mendengar itu, mamak langsung nangis, adikku nangis. Kurniadi dan Khairul cemas. Suasana jadi gaduh. Bapak langsung mendukungku, berlari membawa ku ke rumah sakit depan. Tanpa sendal, bapak langsung nyebrang jalan dengan mendukung ku yang beratnya 40 kg tanpa menghiraukan mobil yang lagi ramai. Aku melihat Kurniadi, Khairul dan adik laki-lakiku Yayan, menghalau mobil.
“Rabb, ternyata mereka….sangat sayang padaku..” batin berbisik lirih.
Bapak yang mendukungku di badannya, langsung membawaku masuk ke rumah sakit.. aku lansung ditidurkan di atas kasur lipat. Badanku menggigil kedinginan yang dahsyat. Dokter langsung memerikasaku. Tensi darah, tubuhku di daerah lambung diketuk-ketuknya.
“Sakit sini”Tanya Dokter itu. Aku pun menganguk. Dokter itu langsung menyuntikkan dan memasukkan saluran infus ke tubuhku. Sakit sekali rasanya. Keluargaku pun masih cemas, mungkin mereka piker akan menguburkan salahsatu anggota keluarga lagi pikir mereka. Mamak dengan telatennya menyuruh ucapakan kalimat kunci Syurga. Aku pun menurutinya.
“Nak, syahadat nak!”ucap mamak ssambil memijatiku lembut. Aku melihat bulir-bulir cair mengalir dari mata sucainya. Bapakpun seoleh tak mau ketinggalan memintaku melakukannya. Aku pun syahadat,
“Aku dak galak mati pak” ucapku cemas. Dokter terus mengucurkan cairan infus ke tubuhku. Sudah duan infus mengalir di tubuhku. Dokter itu pun mengambil darahku tuk diteliti. Karena keadaan cemas, aku pun mencoba mencairkan suasana dengan bertabya pada dokter.
“Banyak dak dok yang diambek?” tanyaku
“Dak banyak Cuma cak seember.”jawab dokter itu guyon. Ternyata melihat ku yang banyak omong. Ditambah pernyataan dokter bahwa darah yang diambil tidak sampai 2cc dan berwarna hitam membuat keluargaku cemas. Mamak tetap nagis, bapak mencoba tegar. Ternyata keluargaku dari dusun yang melayat di rumah Pak Uwo sudah ada dirumah sakit. Mereka menjengukku, api aku seolah merasa ini adalah salam perpisahan. Badanku kedinginan, lalu tenang kedinginan lagi tenang lagi. Aku pun dibawa ke kamar pasien. Ternyata sahabat masih menemaniku. Rabb aku takut mati, begitu banyak kesalahanku. Aku ingin sembuh!
Aku Kejang Lagi!
Setelah agak tenangan, dua sahabatku masih berada disampingku setelah mereka pulang ke rumah. Seperti biasa kamipun langsung berselancar dengan kata-kata. Namun tak berapa lam lagi-lagi aku kejang, bibirku miring. Mereka pun cemas, pecah lagi suasana haru di sana. Lagi-lagi aku disuruh ucapkan password syurga. Bapak pun langsung menemui dokter.
Setibanya dokter langsung memberiku suntikan penenang. Aku pun tenang.
Mag, Tifus, dan DBD
Setelah diperiksa darahku ternyata menunjukkan bahwa aku terkena mag, tifus dan demam berdarah. Aku cemas, keluargaku pun tak kalah cemasnya. Tapi aku harus sembuh, bukankan Allah sudah berjanji bahwa Ia akan mengbulkan semua doa hamba-Nya. Aku tau aku sering khianatimu Sang Pengasih, tapi pada siapa lagi aku berdoa. Kabulkanlah Sang Peyayang.
Bukti Kasih Yang Nyata
Dua hari badanku baikkan, aku pun tenanag ditambah bukti kasih sayag orang terdekatku yang tak henti-hentinya. Terutama kedua orang tuaku, dan Sang Penyembuh. Terima kasih ya Rabb, atas kejadian ini. Karena terlihatlah bukti kasih yang nyata.
Langganan:
Postingan (Atom)